PENGAJIAN KH. AHMAD ROZIQIN, Lc

suasana pengajian kitab Fathul Qorib oleh KH. Ahmad Roziqin, Lc. di Ndalem utara.

MAULIDIYYAH MALAM JUM'AT

Jam'iyyah Hadhroh PP Daruttauhid Al Alawiyyah pada acara rutinan Maulid Nabi Malam Jum'at.

PERPUSTAKAAN PP DARUTTAUHID AL ALAWIYYAH

salah satu bagian dari perpustakaan PP Daruttauhid Al Alawiyyah.

PERPUSTAKAAN PP DARUTTAUHID AL ALAWIYYAH

Seorang santri sedang mencari kitab di perpustakaan.

MUSYAWAROH DINIYYAH

beberapa santri sedang Bahtsul Masaal Diniyyah. Kegiatan rutunan PP Daruttauhid Al 'Alawiyyah.

MUSYAWAROH DINIYYAH

Musyawaroh Gabungan MAT Daruttauhid dan PP Daruttauhid Al 'Alawiyyah Jepara

LOMBA MQK 2014

Para Santri PP Daruttauhid yang mengikuti MQK Kabupaten Jepara tahun 2014

MUSABAQOH PERINGATAN MAULID NABI KE 2 TAHUN 1436

Acara Musabaqoh atau perlombaan Cerdas Cermat Peringatan Maulid Nabi Tahun 1436 yang ke 2

Kamis, 20 September 2012

Man Mitslukum


مَنْ مِثْلُكُمْ لِرَسُولِ اللهِ يَنْتَسِبُ *** ليت الملوك لها من جدكم نسبُ
ما للسلاطين أحساب بجانبكم *** هذا هو الشرف المعروف والحسبُ
أصل هو الجوهر المكنون ما لعبت *** به الأكف ولا حاقت به الريبُ
مرّت عليه عصور لا عداد لها *** وليس يصدأ إذ لا يصدأ الذهبُ
خير النبيين لم يذكر على شفة *** إلا وصلّت عليه العجم والعربُ
خير النبييين لم يقرن به أحدٌ *** وهكذا الشمس لم تقرن بها الشهبُ
خير النبيين لم تحصر فضائله *** مهما تصدّت لها الأسفار والكتبُ
الماءُ فاضَ زلالاً من أصابعه *** أروى الجيوش وجوف الجيش يلتهبُ
والظبي أقبل بالشكوى يخاطبه *** والصخر قد صار منه الماء ينسكبُ
واهتزت الأرض إجلالاً لمولده *** شبيهة بعروس هزّها الطربُ
نبوةٌ ما أتاها باطلٌ أبداً *** ولا تملكها في حالة كذبُ
نبوةٌ كلها بالصدق ناطقة *** بالعدل قائمة ، آياتها عجبُ
قد طاردتها قريش وهي قائمة *** وحاربوها ولكن كلهم غُلبوا
يا من يكون شفيعي عند خالقه *** في ساعة الحشر إن وافاني الطلبُ
إني إليك بأبناء لك انتسبوا *** مستشفعٌ فلعلي منك أقتربُ
ساداتنا الغرّ من أبناء فاطمة *** طوبى لمن كان للزهراء ينتسبُ
من نسل فاطمة أنعم بفاطمة *** من أجل فاطمة قد شرف النسبُ

Minggu, 27 Mei 2012

ANJURAN UNTUK IKHLAS DI DALAM SEMUA AMAL


التَرْغِيبُ فِي اْلإِخْلاَصِ فِي جَمِيعِ اْلأَعْمَالِ وَاْلأَقْوَالِ وَاْلأَحْوَالِ
 وَالتَّرْهِيبُ مِنْ تَعَلُّمِ الْْعِلْمِ لِغَيْرِ وَجْهِ اللهِ
ANJURAN UNTUK IKHLAS DI DALAM SEMUA AMAL, UCAPAN DAN KEADAAN
SERTA ANCAMAN DARI MENCARI ILMU KARENA SELAIN ALLOH

Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
وَمَآ أُمِرُوآ إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
 وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya: ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah ta'ala dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah : 5).
Alloh ta'ala juga berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ اْلآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat”. (QS. Asy Syuro : 20).

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ, فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ. وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا, أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (متفق على صحته)

Diriwayatkan dari sayyidina Umar bin Khotthob rodhiyallohu 'anhu beliau berkata: saya mendengar Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Maka barang siapa yang hijrohnya adalah kepada Alloh ta'ala dan Rosul-Nya maka hijrohnya adalah kepada Alloh ta'ala dan Rosul-Nya. Dan barang siapa yang hijrohnya adalah karena dunia yang akan dia peroleh atau karena seorang wanita yang akan dia nikahi maka hijrohnya adalah karena sesuatu yang dia hijrohi tersebut”. (Hadits ini telah disepakati keshohihannya).

وَعَنْ كَعْبٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ, أَوْ يُكَابِرَ بِهِ الْعُلَمَاءَ, أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ, أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ (رواه الترمذي)
Diriwayatkan juga dari sayyidina Ka’b bin Malik rodhiyallohu 'anhu bahwa sesungguhnya Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa mencari ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh atau untuk mengungguli ulama atau untuk memalingkan (pandangan) manusia kepadanya, maka Alloh ta'ala akan memasukkannya ke dalam api neraka”. (HR. Imam Tirmidzi). 

Sabtu, 26 Mei 2012

ANJURAN DALAM MEMULIAKAN AHLUL ILMI

التَّرْغِيبُ فِي إكْرَامِ أَهْلِ الْعِلْمِ, وَالرِّفْقِ بِالْمُتَعَلِّمِينَ
وَبَذْلِ النَّصِيحَةِ لَهُمْ وَلِغَيْرِهِمْ
ANJURAN DALAM MEMULIAKAN AHLUL ILMI DAN BERSIKAP LEMBUT KEPADA ORANG-ORANG YANG BELAJAR SERTA MENCURAHKAN NASEHAT KEPADA MEREKA DAN KEPADA YANG LAINNYA 


قَالَ اللهُ تَعَالَى: ذَلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَآئِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Artinya: “Demikianlah (perintah Allah ta'ala). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah ta'ala, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”.
(QS. Al Hajj : 32).
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. As Syu’aro’ : 215).

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُنْزِلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ (رواه أبو داود)
Diriwayatkan dari sayyidatina ‘Aisyah Ummil Mu’minin rodhiyallohu 'anha beliau berkata: “Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kita agar menempatkan orang sesuai dengan kedudukannya”. (HR. Imam Abu Dawud). 

وَعَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الدِّيْنُ النَّصِيحَةُ. قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ, وَلِكِتَابِهِ, وَلِرَسُولِهِ, وَِلأَئِمَّةِ اْلمُسْلِمِينَ, وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari sayyidina Abi Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad Daari rodhiyallohu 'anhu bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Agama Islam adalah nasehat”. Kami berkata: kepada siapa? Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Kepada Alloh ta'ala, kitab-Nya, Rosul-Nya, para pemimpin orang-orang Islam serta orang Islam secara umum”. (HR. Imam Muslim).
وَعَنِ  ابْنِ مَسْعُودٍ  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  عَنِ النَّبِيِّ  صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ   قَالَ:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ, فَقَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَنًا, وَنَعْلُهُ حَسَنًا؟ قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ, الْكِبْرُ: بَطْرُ الْحَقِّ, وَغَمْطُ النَّاسِ (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari sayyidina Abi Mas’ud rodhiyallohu 'anhu dari Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat dzarroh (sesuatu yang sangat kecil) dari kesombongan”. Kemudian ada seseorang yang berkata: sungguh seorang laki-laki menyukai bilamana bajunya bagus dan sandalnya pun bagus? Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Alloh ta'ala adalah Dzat Yang Indah dan mencintai keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia”. (HR. Imam Muslim).
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى : خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. (QS. Al A’rof : 199).



->Daruttauhid Study Center<-

Jumat, 17 Februari 2012

MENGKAFIRKAN SESEORANG SECARA SERAMPANGAN

Sebagian orang telah keliru dalam memahami hal-hal  yang menyebabkan seorang muslim keluar dari agama Islam sehingga menjadi kafir. Orang-orang tersebut tergesa-gesa dan gegabah dalam mengkafirkan seorang muslim hanya karena dia telah melakukan suatu kesalahan. Dan kita berhusnuddzon, bahwa orang-orang tersebut melakukan hal itu karena terdorong keinginan untuk menjalankan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, tetapi yang perlu sekali diingat bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar harus dijalankan beriringan dengan cara yang benar yang telah digariskan oleh Alloh ta’ala yaitu dengan cara yang bijak (bil hikmah) dan dengan memberi nasihat yang baik (mau’idhoh hasanah), dan apabila keadaan menuntut terjadinya perdebatan maka hendaklah dengan cara yang sebaik-baiknya sebagaimana firman Alloh ta’ala:
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَاْلمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
(النحل : 125).
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
          Metode-metode ini penting sekali untuk diikuti karena akan menjadikan amar ma’ruf dan nahi munkar lebih mudah diterima dan akan lebih gampang untuk mencapai hal-hal yang diinginkan, sedangkan meninggalkan metode-metode ini adalah suatu kesalahan dan kebodohan.
          Apabila anda mengajak seorang muslim yang telah menunaikan sholat dan kewajiban-kewajiban yang lain serta menjauhi hal-hal yang diharamkan Alloh ta’ala dan dia juga berusaha untuk menghidupkan atau mengagungkan syiar-syiar agama Islam, anda mengajaknya kepada suatu hal yang menurut pemahaman anda hal tersebut adalah benar, tapi ternyata dia berbeda pendapat dengan anda dalam hal tersebut, sedangkan hal tersebut termasuk masalah khilafiyyah yang masih diperselisihkan hukumnya oleh para ulama’, lalu karena dia tidak sependapat dengan anda dan tidak mau mengikuti pendapat anda lalu anda menganggapnya dan menghukuminya sebagai seorang kafir maka sesungguhnya anda telah melakukan suatu dosa besar yang sangat tidak pantas yang telah dilarang Alloh ta’ala dan Alloh ta’ala telah memerintahkan dalam firman-Nya untuk bersikap bijak ketika menghadapi hal semacam ini.

HAL-HAL YANG BISA MENJADIKAN KAFIR
Imam Sayyid Ahmad Masyhur Alhaddad berkata: Telah terjadi ijma’ (konsensus para ulama’) atas dilarangnya mengkafirkan seorang muslim kecuali apabila dia menafikan Alloh ta’ala atau dia melakukan perbuatan syirik yang nyata yang tidak bisa ditakwili lagi atau dia mengingkari kenabian atau mengingkari suatu urusan agama yang harus diketahui atau mengingkari hal mutawatir atau mengingkari urusan agama yang telah disepakati ulama’.
          Urusan-urusan agama yang harus diketahui diantaranya adalah masalah-masalah tauhid, kenabian, Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam sebagai nabi terakhir, masalah bangkit dari qubur, perhitungan amal dan pembalasannya, dan masalah surga dan neraka.
Kemudian beliau berkata: maka sesungguhnya menghukumi seorang muslim sebagai seorang kafir karena telah melakukan sesuatu hal selain hal-hal yang telah saya sebutkan adalah hal yang sangat berbahaya, karena Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَِخِيهِ : يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا  (رواه البخارى).
Artinya: “ketika seseorang berkata kepada saudaranya: “wahai orang kafir, maka sungguh perkataan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya”.[1]
          Begitu pula tidak diperbolehkan mengkafirkan seorang muslim sebab melakukan ma’siyat sedangkan dia masih beriman kepada Alloh ta’ala dan ikrar dengan dua syahadat. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثٌ مِنْ أَصْلِ اِْلإيمَانِ: الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ لاَ نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلاَ نُخْرِجُهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ بِالْعَمَلِ, وَاْلجِهَادُ مَاضٍٍ مُنْذُ بَعَثَنِيَ اللهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ, لاَ يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلاَ عَدْلُ عَادِلٍ, وَاْلإِيـمَانُ بِاْلأَقْدَارِ (رواه أبو داود).
Artinya: “tiga hal yang menjadi pondasi keimanan: menahan diri dari orang yang sudah mengucapkan laa ilaaha illalloh, kita tidak mengkafirkan mereka sebab melakukan suatu dosa dan kita juga tidak mengeluarkan mereka dari agama Islam sebab melakukan suatu perbuatan. Dan jihad selalu berjaan mulai Alloh mengutusku sehingga orang terakhir dari ummatku berhasil memerangi Dajjal, jihad ini tidak bisa dibatalkan oleh ketidakadilan orang yang lalim dan keadilan orang yang adil. Dan beriman dengan qodar-qodar (kepastian-kepastian dari Alloh ta’ala)”.[2]
          Oleh karena itu, jangan sampai kita sembarangan dalam mengkafirkan (takfir) seorang muslim kecuali karena hal-hal yang telah disebutkan dan disepakati para ulama’, karena mengkafirkan (takfir) seorang muslim selain karena hal-hal tersebut sangatlah berbahaya. Semoga Alloh ta’ala menunjukkan kita semua jalan yang lurus.
SIKAP SYEKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
          Dalam menyikapi masalah takfir ini, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahulloh telah mengambil sikap yang agung yang mana banyak orang yang tidak percaya dengan sikap yang telah diambil Beliau padahal orang-orang tersebut mengaku sebagai pengikut Beliau.
          Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan dalam suratnya yang ditujukan kepada penduduk Alqoshim[3]:
          “Kemudian tidak samar lagi bagi kalian semua bahwa surat dari Sulaiman bin Suhaim telah sampai kepada kalian semua dan sebagian orang-orang yang bernisbat kepada ilmu yang ada di daerah kalian percaya dengan isi surat tersebut, tapi sesungguhnya Alloh ta’ala maha mengetahui bahwa orang tersebut (Sulaiman bin Suhaim) telah membuat kebohongan-kebohongan atas namaku, kebohongan-kebohongan yang tidak pernah kuucapkan dan tidak pernah terlintas dalam benakku.
          Diantaranya adalah ucapan Sulaiman bin Suhaim bahwa aku telah membatalkan kitab-kitab madzhab empat, dan bahwa aku berkata bahwa orang-orang sejak 600 tahun tidaklah menetapi sesuatu (keyakinan yang benar), dan bahwa aku telah keluar dari taklid, dan aku berkata bahwa perselisihan para ulama’ adalah siksaan, dan bahwa aku mengkafirkan orang-orang yang bertawasul dengan orang-orang sholih, dan bahwa aku mengkafirkan Albushiri karena dia berkata:
يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِى مَنْ أَلُوذُ بِهِ ¤ سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ
Artinya: “Wahai makhluk termulia tak ada orang yang aku berlindung    kepadanya
                  Ketika datangnya kejadian yang merata selain kepadamu”.
Dan bahwa aku berkata: seandainya aku mampu merobohkan kubah Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam maka niscaya aku merobohkannya, dan seandainya aku mampu maka aku akan mengganti talang emas yang ada di Ka’bah dengan talang dari kayu, dan bahwa aku mengharamkan ziyarah kubur Nabi shollallohu’alaihi wasallam, dan bahwa aku mengingkari ziyarah kubur orang tua dan lainnya, dan bahwa aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain nama Alloh, dan bahwa aku mengkafirkan Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Arobi, dan bahwa aku membakar kitab Dalailulkhoirot dan kitab Roudhurroyahin dan aku namakan Roudhussyayathin.
          Jawabanku atas semua hal ini adalah aku mengucapkan:
سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ  (Maha suci Engkau –ya Alloh- ini adalah kebohongan yang agung).
          Dan sebelum ini, telah ada orang yang membuat kebohongan atas nama Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam bahwa Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam telah mencaci maki Nabi Isa ‘alaihis salam dan mencaci maki orang-orang sholeh, maka hati mereka (orang-orang yang membuat kebohongan) telah sama dalam hal membuat kebohongan dan ucapan palsu. Firman Alloh ta’ala:
إِنَّمَا يَفْتَرِى اْلكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ (النحل: 105).
Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah”.
          Mereka membuat kebohongan atas nama Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam bahwa Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam menyatakan bahwa para malaikat dan Nabi Isa dan Nabi Uzair bertempat dalam neraka, maka Alloh ta’ala menurunkan ayat:
إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُم مِّـنَّا اْلحُسْنىَ أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ (الأنبياء : 101).
Artinya: ”Bahwasannya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka”.
MENCACIMAKI SEORANG MUSLIM ADALAH KEFASIKAN DAN MEMERANGINYA ADALAH KEKAFIRAN.[4]
          Membenci seorang muslim dan memutuskan hubungan dengannya adalah haram hukumnya. Dan mencaci maki seorang muslim adalah hal yang menjadikan fasik dan memerangi seorang muslim adalah hal yang menjadikan kafir apabila orang yang melakukan hal tersebut menganggapnya boleh.
          Dan cukuplah bagi kita agar tidak melakukan hal-hal tersebut apa yang terjadi pada Kholid bin Walid rodhiyalloh ‘anhu ketika diutus untuk memimpin pasukan ke suku Judhaimah untuk mengajak mereka masuk agama Islam. Maka ketika Kholid bin Walid telah sampai ke suku Judhaimah mereka menyambutnya, Kholid berkata: kalian semua masuklah dalam agama Islam, mereka berkata: kami orang-orang muslim, Kholid berkata: maka serahkanlah senjata kalian dan turunlah kalian, mereka berkata: tidak demi Alloh, sesungguhnya setelah menyerahkan senjata maka tidak ada hal lain kecuali pembunuhan, dan kami tidak merasa aman kepadamu dan kepada orang-orang yang bersamamu, Kholid berkata: maka tiada jaminan aman bagi kalian kecuali apabila kalian turun. Maka sebagian kabilah Judhaimah turun (dari tunggangannya) dan yang lain memisahkan diri.
          Dalam riwayat lain diterangkan: Kholid berkata kepada mereka: apakah kalian orang-orang muslim ataukah orang-orang kafir? Mereka berkata: kami orang-orang muslim dan kami telah menunaikan sholat dan zakat dan kami membenarkan Muhammad shollallohu’alaihi wasallam dan kami telah membangun beberapa masjid di daerah kami dan kami telah mengumandangkan adzan di masjid-masjid itu.
          Dalam riwayat lain diterangkan bahwa mereka belum tahu untuk mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang muslim (aslamna), tapi mereka mengatakan bahwa mereka telah mengikuti agama yang baru (agama Islam) dengan mengucapkan kalimat (shoba’na), maka Kholid berkata: kenapa kalian membawa senjata? Mereka berkata: kami mempunyai permusuhan dengan suatu kaum, dan ketika kalian datang maka kami menyangka bahwa kalian adalah kaum tersebut, maka kami membawa senjata-senjata kami. Kholid berkata: maka letakkan senjata kalian.
          Maka suku Judhaimah meletakkan senjata mereka, lalu Kholid memerintahkan kepada pasukannya untuk menawan mereka dan membagi-bagi tawanan tersebut kepada pasukannya. Ketika tiba waktu sahur maka Kholid memerintahkan seseorang untuk berteriak: Barang siapa yang mempunyai tawanan maka supaya membunuh tawanannya.
          Maka pasukan Kholid yang berasal dari suku Sulaim melaksanakan perintah tersebut sedangkan pasukan yang berasal dari kaum Muhajirin dan Anshor rodhiyalloh ‘anhum tidak mau melakukan perintah tersebut bahkan mereka melepaskan para tawanan.
          Maka ketika Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mendengar perbuatan Kholid rodhiyalloh ‘anhu, Beliau bersabda:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدُ – مرتين -.
Artinya: “ya Alloh, hamba terbebas kepadamu dari apa yang telah dilakukan Kholid -dua kali-“.[5]
          Bisa dikatakan bahwa Kholid bin Walid melakukan hal ini karena beliau menyangka bahwa suku Judhaimah tidak mau mengatakan (aslamna) tapi hanya mau mengatakan (shoba’na) disebabkan oleh kesombongan mereka dan karena mereka belum betul-betul mau mengikuti agama Islam, tapi Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam tetap mengingkari apa yang dilakukan Kholid bin Walid karena dia telah tergesa-gesa dan tidak meneliti terlebih dahulu apa maksud dari ucapan mereka (shoba’na). Maka Kholid mempunyai udzur, dan Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam telah memujinya dengan sabda Beliau:
نِعْمَ عَبْدُ اللهِ وَأَخُو اْلعَشِيْرَةِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللهِ سَلَّهُ اللهُ
عَلَى الْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِينَ.
Artinya: “sebaik-baik hamba Alloh dan sebaik-baik sanak saudara adalah Kholid ibnul Walid. (Dia) adalah pedang  dari pedang-pedangnya Alloh yang dihunus Alloh ta’ala untuk mengalahkan orang-orang Kafir dan orang-orang Munafiq”.[6]
          Ketika Ali rodhiyalloh ‘anhu ditanya mengenai pendapat beliau tentang golongan-golongan yang memusuhi beliau dan bahkan menghalalkan darah beliau, beliau ditanya: apakah mereka orang-orang kafir? Ali berkata: “tidak, mereka lari dari kekufuran”. Orang-orang kembali bertanya: apakah mereka orang-orang munafik? Ali berkata: “tidak, orang–orang munafik tidak berdzikir kepada Alloh ta’ala kecuali hanya sedikit, padahal mereka banyak berdzikir kepada Aloh ta’ala”. Kemudian orang-orang bertanya lagi: lalu mereka dari golongan yang mana? Ali menjawab: “mereka adalah kaum yang terkena fitnah sehingga mereka menjadi buta dan tuli”.
          Maka sayyidina Ali rodhiyalloh ‘anhu tidak mau memaki musuh-musuh yang sangat membencinya dengan mengatakan mereka adalah orang-orang munafik dan beliau juga tidak mau mengkafirkan mereka. Rodhiyalloh ‘anhu.
(diringkas dari Mahafim Yajibu an Tushohhah karya Abuya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Alhasani rohmatulloh ‘alaihi).

[1]  Shohih Bukhori juz 7/Kitabul Adab/bab 73/no. 6103,
    Shohih Muslim juz 1/Kitabul Iman/bab 26/no. 111.
[2]  Juz 3/Kitabul Jihad/bab 33/no. 2524.
[3]  Surat pertama dari surat-surat pribadi Beliau yang berada dalam kumpulan karya-karya
    Beliau yang dipublikasikan oleh Universitas Imam Muhammad bin Saud (bagian kelima).
[4] Shohih Bukhori juz 1/Kitabil Iman/bab 36/no 48,  juz 7/Kitabul Adab/bab 44/no. 6044.
   Shohih Muslim juz 1/Kitabul Iman/bab 28/ no. 116
   Ibnu Majah juz 2/Kitabul Fitan/Bab 4/no. 3939-3941.
[5]  Shohih Bukhori juz 5/Kitabul Maghozi/bab 59/no. 4339, juz 8/Kitabul Ahkam/bab 35/no. 7189.
[6]  Sunan Tirmidzi juz 5/Kitabul Manaqib/bab 50.no. 3846.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More